Serba-serbi Keratosis Seboroik

    Serba-serbi Keratosis Seboroik

    Oleh: Dr. dr. Ketut Kwartantaya Winaya, Sp.D.V.E, Subsp.O.B.K, FINSDV, FAADV

    DENPASAR - Keratosis seboroik merupakan tumor jinak yang biasanya ditemui pada orang tua. Keratosis seboroik lebih sering ditemui pada ras kulit putih. 

    Keratosis seboroik dapat muncul sejak usia 15 tahun dan kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia terutama pada dekade kelima. Penyebab keratosis seboroik hingga saat ini masih belum diketahui, namun banyak terjadi setelah peradangan kulit dan paparan sinar matahari.

    Keratosis seboroik dapat muncul di bagian tubuh manapun, terutama pada daerah wajah dan tubuh bagian atas. Tanda keratosis seboroik yaitu peninggian atau penonjolan kulit berwarna cokelat hingga hitam berbentuk kubah, permukaan licin tidak berkilat atau berdungkul-dungkul, berbatas tegas, berukuran 1 mm hingga beberapa cm, dan disertai sisik berminyak diatasnya. 

    Gambar 1. Keratosis seboroik 

    Diagnosis keratosis seboroik dapat ditegakan secara klinis dan jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu histopatologi.

    Peninggian atau penonjolan kulit yang meluas dengan cepat, menimbulkan gejala, atau gambaran yang mengarah ke kanker kulit (asimetri, batas tidak tegas, warna bervariasi, diameter 6 mm atau lebih, evolusi atau elevasi) merupakan beberapa indikasi dilakukannya pemeriksaan histopatologi untuk menyingkirkan keganasan. 

    Keratosis seboroik biasanya tidak perlu diobati, namun terdapat beberapa alasan dilakukannya terapi yaitu kosmetik, gatal, meradang atau nyeri. Terapi keratosis seboroik yang dapat dilakukan diantaranya bedah beku (krioterapi), bedah listrik atau bedah laser (ablasi laser). Keratosis seboroik berukuran besar dapat dilakukan dermabrasi atau fluorouracil topikal. 

    Beberapa efek samping yang dapat timbul dari terapi keratosis seboroik yaitu timbulnya jaringan parut, perubahan warna kulit, pengangkatan yang tidak komplit atau muncul berulang.

    Referensi:

    1. Cipto H, Suriadiredja ASD. 2016. Tumor Kulit. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI,   269-273.

    2. Cuda JD, Rangwala S, Taube JM. 2019. Benign Epithelial Tumors, Hamartomas, and Hyperplasias. Fitzpatricks Dermatology 9th Edition. United States: McGraw-Hill Education, 1918-1934.

    artikel kesehatan bali
    Mariza

    Mariza

    Berita terkait